![]() |
buku Cantik Itu luka |
Novel best-seller karya Eka Kurniawan ini merupakan karyanya yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2002. Sampai saat ini, novel ini telah berhasil diterjemahkan ke lebih dari 34 bahasa, termasuk bahasa Inggris, Jerman, Polandia, Jepang, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan latar belakang dari masa
penjajahan hingga kemerdekaan Indonesia, buku ini mengisahkan tentang seorang
wanita keturunan Belanda bernama Dewi Ayu yang memiliki wajah yang sangat
cantik. Namun, kecantikannya bukanlah sesuatu yang membawa keberuntungan,
melainkan malah membawa bencana dan kutukan baginya serta keturunannya.
Dimulai dari menjadi pelacur bagi tentara
Belanda dan Jepang, kutukan ini membuat semua anak perempuan yang dilahirkan
oleh Dewi Ayu mengalami kehilangan semangat yang tiada henti.
Oleh karena itu, judul "Cantik Itu
Luka" mencerminkan beragam narasi dari beberapa tokoh dalam buku ini, di
mana kecantikan justru menjadi sumber luka dan kesedihan bagi mereka. Selain
itu, dalam buku ini, penulis menyisipkan berbagai nilai sejarah nyata di balik
cerita fiktif ini, sehingga beberapa pembaca dapat memanfaatkannya sebagai
salah satu media untuk mempelajari sejarah melalui karya sastra.
Kepopuleran Novel "Cantik Itu
Luka" di luar negeri membawa Eka Kurniawan meraih penghargaan sastra
internasional di Belanda, yaitu Prince Clause Awards pada tahun 2018. Bukan
hanya itu, novel ini juga masuk dalam daftar 100 buku terpenting versi The New
York Times.
Novel "Cantik Itu Luka" memiliki
genre romantis, realisme magis, dan sejarah. Hal ini karena dalam buku ini
digambarkan kisah tentang kolonialisme di Indonesia.
Eka menghadirkan kisah seorang wanita
bernama Dewi Ayu. Dewi Ayu adalah seorang wanita yang sangat cantik, namun
kecantikannya bukanlah sesuatu yang membawa keuntungan, melainkan membawa
bencana bagi dirinya dan keturunannya.
Karena kecantikan Dewi Ayu, dia dijadikan
pelacur oleh tentara Belanda dan Jepang. Dewi Ayu menjadi seorang pelacur
terkenal yang bayarannya tinggi dan sangat dicari oleh pelanggannya.
Dari hasil pekerjaannya sebagai seorang
pelacur, Dewi Ayu memiliki empat anak perempuan yang tidak diketahui siapa
ayahnya. Anak sulung, anak kedua, dan anak ketiga Dewi Ayu tidak kalah cantik
dengan ibunya. Namun, anak keempatnya, Cantik, nasibnya tampaknya berbeda
dengan ketiga kakaknya dan ibunya.
Cantik memiliki penampilan fisik yang tidak
menarik, bahkan sejak lahir. Kulitnya gelap, hidungnya tidak terlihat seperti
hidung manusia, dan banyak orang yang melihatnya merasa ngeri. Namun,
ironisnya, Dewi Ayu memberinya nama "Cantik".
Sejenak setelah melahirkan anak keempatnya,
Cantik, Dewi Ayu meninggal dunia. Namun, dia bangkit dari kematian dua puluh
tahun setelah dimakamkan. Kebangkitannya membuka rahasia dan bencana keluarga,
yang terjadi sejak akhir masa kolonial.
Eka Kurniawan menulis novel ini dengan alur
maju-mundur, dengan berbagai konflik dan memperkenalkan beberapa tokoh yang
memiliki peran besar. Sehingga, tidak ada satu tokoh pusat dalam cerita
"Cantik Itu Luka".
Dalam novel "Cantik Itu Luka",
Eka Kurniawan membawa pembaca melalui periode penjajahan hingga paska
kemerdekaan Indonesia. Sehingga, narasi dalam novel ini meliputi empat periode,
yaitu periode penjajahan Belanda, periode penjajahan Jepang, periode
kemerdekaan, dan periode pasca kemerdekaan.
Meskipun novel ini bersifat fiktif, Eka
Kurniawan menyelipkan nilai-nilai sejarah yang nyata di balik cerita fiksi ini.
Sehingga, beberapa pembaca dapat memanfaatkannya sebagai salah satu media untuk
mempelajari sejarah melalui karya sastra.
Sinopsis Novel "Cantik Itu Luka"
Suatu sore di Kota Halimunda, seorang
wanita bernama Dewi Ayu bangkit dari kuburnya setelah dua puluh tahun
meninggal. Kuburannya berguncang, tanahnya retak dan berhamburan seperti ditiup
dari bawah, badai kecil dan gempa bumi terjadi, rumput dan nisan melayang-layang
di udara, dan di bawah tanah yang turun seperti hujan, ada sosok wanita tua
berdiri dengan sikap kesal yang kikuk.
Wanita itu bangkit dengan kain kafan yang
membungkusnya seolah-olah baru saja meninggal kemarin. Kebangkitannya
menimbulkan kegemparan di masyarakat sekitar yang menyaksikannya. Beberapa
orang berlari, berteriak, dan jatuh.
Dewi Ayu yang menyaksikannya hanya
batuk-batuk dan terkejut melihat dirinya berada di tengah kubur. Dia
marah-marah sendiri, entah pada siapa. Bagi Dewi Ayu, ada satu kelompok orang
yang telah berbuat jahat padanya dengan mengubur hidup-hidup.
Dewi Ayu adalah seorang wanita berusia 51
tahun saat meninggal, sekarang tidak tahu bagaimana cara menghitung usianya.
Dahulu, Dewi Ayu adalah seorang pelacur yang memiliki wajah yang sangat cantik,
dicari-cari oleh tentara Jepang dan Belanda selama periode perang.
Dewi Ayu meninggal setelah 12 hari
melahirkan anak keempatnya, hasil dari tugas yang diemban. Kenangan terakhir
itu membuatnya segera mencari bayinya, yang pada saat itu tentu saja tidak lagi
bayi. Bayi itu diberi nama Cantik, sesuatu yang bertolak-belakang dengan yang
menakutkan bagi beberapa orang yang melihatnya. Kulitnya gelap dan hidungnya
terlihat seperti colokan listrik.
Tidak seperti tiga anak perempuannya yang
lain, meskipun ia tidak tahu siapa ayah dari semua anak-anaknya, Dewi Ayu tidak
ingin anak keempatnya itu hidup. Dewi Ayu kemudian mencoba berbagai cara untuk
mengakhiri kehidupan janin itu.
Fisik Cantik yang jelek mungkin disebabkan
oleh minum lima butir parasetamol yang diberikan oleh dukun, bersama dengan
satu botol soda. Mungkin juga karena tertusuk oleh sebatang kayu kecil yang
diletakkan di perutnya, yang menyebabkan ibunya mengalami pendarahan selama dua
hari.
Mungkin juga karena empat langkah lain
dalam rencana eksperimen untuk mengakhiri kehidupan Cantik dalam kandungan,
atau mungkin memang genetik dari keturunannya, yang tidak bisa diketahui siapa
ayahnya.
Meskipun semua upaya untuk menggugurkan
kandungannya sia-sia, Dewi Ayu belajar bahwa bayi itu adalah seorang pejuang
sejati. Bayi itu ingin memenangkan pertempuran yang tidak pernah dimenangkan
oleh ibunya. Oleh karena itu, Dewi Ayu akhirnya membiarkan bayi itu lahir dan
tumbuh besar.
Kecantikan Dewi Ayu adalah bencana yang
membawa kutukan baginya dan bagi anak-anaknya. Selain menjadi pelacur, kutukan
lainnya adalah bahwa semua anak perempuan yang lahir dari Dewi Ayu akan
kehilangan semangatnya tanpa henti.
Meskipun ketiga anak perempuannya memiliki
kecantikan yang memukau, itu tidak membuat mereka terhindar dari kutukan
tersebut. Alamanda, anak sulung Dewi Ayu, dipaksa untuk menikah dengan seorang
Jenderal yang tidak pernah dia cintai. Sebab, Alamanda hanya mencintai seorang
lelaki bernama Camerad Kliwon yang dianggap sebagai seorang komunis sejati.
Alamanda sangat tidak ingin menikahi Si
Jenderal. Sebagai bentuk protes kepada Si Jenderal, Alamanda bahkan pernah memasang
kunci gembok di daerah intimnya agar tidak bisa tidur dengan Si Jenderal.
Namun, pada akhirnya, dia tetap saja harus menuruti keinginan suaminya itu.
Anak kedua Dewi Ayu, yang bernama Adinda,
menikah dengan Kliwon, si Camerad Komunis. Ya, Adinda juga menyukai lelaki yang
sama, yang juga dicintai oleh kakak perempuannya, Alamanda. Adinda tetap
memilih menikahi Kliwon meskipun dia tahu bahwa Kliwon hanya mencintai
kakaknya. Kisah cinta Adinda menjadi sangat menyakitkan, karena mencintai
seseorang yang mencintai orang lain.
Anak ketiga Dewi Ayu, yang bernama Maya
Dewi, menikah dengan preman terkuat di Kota Halimunda. Preman itu pernah
berhubungan intim dengan ibunya, walaupun sebenarnya hampir semua orang di Kota
Halimunda pernah berhubungan dengan ibunya yang merupakan pelacur paling
cantik. Namun, bukti itu adalah bukti yang menyakitkan.
Anak keempat Dewi Ayu, si Cantik, memiliki
penampilan fisik yang paling buruk di Kota Halimunda, bahkan mungkin di seluruh
dunia. Cantik mendapat kutukan terburuk yang tidak bisa terbayangkan
sebelumnya. Cantik tidak pernah dicintai dan tidak pernah menikah.
Akhirnya, jawaban atas penyebab kutukan itu
akhirnya ditemukan. Semua kutukan ini disebabkan oleh tangisan seorang lelaki,
bukan tangisan biasa, melainkan tangisan seorang pecinta sesungguhnya.
Kesedihan karena kekasihnya dipaksa menikah dengan orang lain.
Kekasih yang dimaksud adalah Ma Iyang, ibu
dari Dewi Ayu. Ma Iyang menikah dengan seorang Belanda bernama Henri Stammler,
dan hasil dari pernikahan itu adalah Dewi Ayu sebagai anak mereka.
Lelaki itu merasa sangat kecewa dan merasa
sakit hati dengan Ma Iyang dan Henri Stammler, serta semua keturunannya. Rasa
sakit hati itu melahirkan sebuah kutukan, agar keturunan Ma Iyang dan Henri
Stammler dapat merasakan apa yang dia rasakan.